Kamis, 13 Oktober 2011

MENGAPA AKU HARUS IKLAS

IBLIS berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang IKHLAS di antara mereka" (Q.S. 15 : 39-40).


Mengapa aku harus ikhlas?

Mengapa aku harus ikhlas.... agar iblis jungkir balik, kalah telak tanpa balas
Mengapa aku harus ikhlas.... agar aku mendapatkan berkah dalam setiap butir beras
Mengapa aku harus ikhlas.... agar sinergiku kian selaras
Mengapa aku harus ikhlas.... agar magnet diriku tidak terlepas
Mengapa aku harus ikhlas.... agar manfaatku bisa berbekas

Mengapa aku harus menghormatinya.... sebab itu jalurku menuju syurga
Mengapa aku harus merawatnya... karena kasih sayangku dibutuhkannya
Mengapa aku harus mencintainya.... karena cinta membuat hatiku-hatinya berdaun berbunga
Mengapa aku harus hanya menyembah-Nya... sebab Dialah Tuhan, Zat Maha Kuasa

Mengapa aku tak boleh kecewa... boleh saja selama kecewaku berbuah taqwa
Mengapa aku tak boleh berduka... boleh saja selama dukaku memurnikan cinta
Mengapa aku tak boleh menguasai dunia....boleh saja jika aku sudah kuasai diri di jiwa
Mengapa aku tak boleh tebar pesona.... sebab segala pesona adalah milik Allah semata

Mengapa aku tak boleh mengeluh... karena keluhan membuatku rapuh
Mengapa aku tak boleh angkuh..... karena yang fana tak mungkin utuh
Mengapa aku tak boleh berlabuh.... sebab dunia saatnya melepas peluh
Mengapa aku tak boleh selingkuh.... mau dimana wajahku ditaruh

Antara Halal & Haram Ada Syubhat

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ ، وبَينَهُما أُمُورٌ مُشتَبهاتٌ ، لا يَعْلَمُهنّ كثيرٌ مِن النَّاسِ ، فَمَن اتَّقى الشُّبهاتِ استبرأ لِدينِهِ وعِرضِه ، ومَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ ، كالرَّاعي يَرعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرتَعَ فيهِ ، ألا وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى ، ألا وإنَّ حِمَى اللهِ محارِمُهُ ، ألا وإنَّ في الجَسَدِ مُضغَةً إذا صلَحَتْ صلَحَ الجَسَدُ كلُّه ، وإذَا فَسَدَت فسَدَ الجَسَدُ كلُّه ، ألا وهِيَ القَلبُ
“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)